NasDem: Jokowi Tengah Cari Pendamping Macam JK

  • Sabtu, 28 April 2018 - 13:08:49 WIB | Di Baca : 1501 Kali

SeRiau - Anggota Dewan Pakar Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi menanggapi pernyataan Joko Widodo dalam program Mata Najwayang masih menginginkan Jusuf Kalla sebagai bakal calon wakil presiden di pilpres 2019 jika diizinkan konstitusi.

"Pak Jokowi telah mengatakan sebetulnya, dia ingin membawa pimpinan yang mendampingi nanti adalah orangnya seperti Pak JK, itu maksudnya," kata Taufiqulhadi di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (27/4).

Menurutnya, figur yang seperti JK yaitu yang dapat melengkapi Jokowi, baik dalam konteks kewilayahan seperti berasal dari luar Pulau Jawa, hingga latar belakang sipil-militer untuk mendongkrak elektabilitas.

"Jadi jangan, kalau saya ini orang Jawa, sipil, sebaiknya jangan terlalu memaksa (ingin jadi cawapres Jokowi). Karena apa? Tidak akan terdoromg elektabilitasnya, karena kalau di Jawa itu Jokowi sendiri sudah cukup, yang dicari adalah dukungan luar Jawa. Atau, karena dia sipil, maka mungkin militer. Nah seperti itu," katanya.

Namun, Taufiqulhadi menolak menyebutkan figur yang berlatar belakang sipil maupun militer yang cocok mendampingi Jokowi. Dia menekankan figur bakal cawapres Jokowi harus saling melengkapi, terutama harus di luar Pulau Jawa.

"Yang jelas harus melengkapi. Tetapi menurut saya zaman now, maka yang baik adalah Jawa, luar Jawa," ujarnya. 

Amandemen UUD 1945

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan peluang JK untuk kembali menjadi pendamping Jokowi adalah dengan mengamandemen UUD 1945. Dia juga setuju JK merupakan sosok yang tepat untuk mendampingi Jokowi.

"Jadi satu-satunya pintu masuk masalah ini adalah amandemen. Persoalannya apakah kita mau mengamandemen konstitusi hanya karena ini, wong Pak JK-nya saja sudah mengatakan ingin istirahat," kata Arsul terpisah.

Sebab, dia mengatakan persoalan ini tidak bisa selesai dengan tafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap UUD 1945 terhadap masa jabatan presiden dan wakil presiden. 

Selain itu, MK dinilai tidak memiliki kewenangan menafsirkan atau memberi pendapat hukum. Jika menafsirkan pun, ada konsekuensi lain yang harus diperhatikan. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar